Aisyah adalah
istri yang paling dicintai Rasulullah SAW. Namanya diambil dari kata Al A’isy
yang artinya hidup. Rasul pun kadang memanggilnya dengan panggilan “Wahai
A’isy”. Adapun panggilannya Ummu Abdullah karena menggunakan nama kemenakannya
Abdullah bin zubair.
Aisyah adalah
anak dari Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Ummu Ruman yang berasal dari bani Farras. Aisyah
dilahirkan 7 tahun sebelum hijrah. Beliau menikah dengan Rasulullah saat 6
tahun dan menjadi pengantin pada waktu 9 tahun, pada bulan syawwal serelah
perang Badar tahun ke 2 hijriah. Meski
sidah menikah, Aisyah kecil belum de serumahkan dengan Rasul, dan ketika
sudah serumahpun Rasull masih mengijinkan Aisyah untuk bermain seperti
anak-anak pada umumnya.
Allah telah
menganugerahkan Aisyah berbagai keistimewaan, baik ilmu maupun kecerdasan
berfikir juga kesopanan dan wibawa. Sehingga ia menjadi ‘guru’ bagi
sahabat-sahabat Rasulullah, terutama bagi wanitanya. Beliau menjadi tempat
bertanya para sahabat dan sebagai gudang hadits Rasulullah yang dimana para
sahabat lain tidak mendapatkannya terutama hadits-hadits tentang wanita,
pernikahan dan talak.
Ketangguhan Aisyah
sangat luar biasa, yaitu ketika perang berlangsung, Aisyah dan wanita lainnya
menyiapkan makanan dan minuman bagi paja pejuang serta merawat pejuang yang terluka dan
mengangkut pejuang yang mati syahid. Bahkan dalam perang Uhud beliau bersama
sahabat wanita lain maju ke medan
perang dan memberikan air minum pada setiap pejuang yang cedera tanpa gentar.
Mereka (Aisyah dan wanita lainnya) tidak aktif di medan perang kecuali dalam keadaan darurat
dimana para pejuang pria kelelahan.
Pengaruh Aisyah sangatlah besar bagi
Rasulullah. Hingga saat akhir hayatnya beliau meminta izin pada istri-istrinya
agar dirawat di rumah Aisyah dan semuanya menyetujuinya karena mengerti
keinginan Rasulullah. Aisyah pun pernah berkata:
“Sesungguhnya diantara nikmat-nikmat Allah atas diriku
bahwasanya Rasulullah SAW meninggal dalam dekapanku”.
Setelah
Rasulullah meninggal, beliau tetap tegar dan menjadi guru bagi para sahabat. Namun
pada masa khalifah Abu bakar beliau belum menonjol. Tapi mulai masa khalifah
Usman beliau mulai dilirik banyak sahabat sebagai tempat bertanya dan meminta
nasihat terutama dalam urusan yang berhubungan dengan pribadi seseorang.
Terutama ketika keharusan mandi janabat yang waktu itu masih diperselisihkan,
lalu beliau berkata sebuah hadits yang intinya ketika sudah berjima maka diwajibkan mandi janabat.
Ketika memasuki
masa khalifah Usman, ilmunya semakin berlambah luas seiring dengan bertambahnya
wilayah kekuasaan Islam. Maka banyak orang datang dari berbagai penjuru untuk
bertanya tentang berbagai hal. Seperti masa khalifah yang lalu, kehidupan
istri-istri nabi terjamin. Sehingga ketika mereka akan berhaji mereka
disediakan pengawalan yang sangat ketat. Aisyah sangat menghormati setiap
sahabat nabi yang menjadi khalifah termasuk Utsman. Sehingga ketika ada orang
yang mencemooh nya Aisyah langsung menyindirnya dengan “semoga Allah mengutuk
orang yang mencela Usman. Karena aku pernah melihat Rasulullah SAW menyandarkan
kakinya pada beliau ketika menerima wahyu”. Namun pada masa ini sangat banyak
fitnah yang menuduh pada Usman dengan berbagai adu domba hingga beliau dibunuh
oleh seorang kafir dan kematiannya itu sangat disayangkan oleh banyak orang
sehingga menimbulkan banyak perselisihan.
Ketika masa Ali,
awalnya berjalan dengan baik namun karena Aisyah yang sedang dikuasai olek
kekesalan ditambah adu domba oleh Mu’awiyah sehingga Aisyah melakukan kesalahan
yang sangat buruk. Ketika terjadi perang jamal, Aisyah waktu itu berada di
pihak Mu’awiyah. Sehingga ketika beliau melihat kaum muslimin saling berperang
beliau maju sambil mengacungkan Al-Qur’an dengan maksud agar kembali kepada
Al-qur’an, namun hal itu membuatnya diburu oleh kaum kafir yang saat itu ada
dalam peperangan. Beliau hampir tewas namun beruntung dengan siasat Ali, Aisyah
bisa diselamatkan. Hingga akhirnya Aisyah menjadi sangat menyesal dan meminta
maaf pada Ali yang selama ini telah menjadi salah dimata Aisyah yang
terpengaruh kekesalan terbunuhnya Usman dan provokator Mu’awiyyah. Dan sejak
saat itu Aisyah menjadi menyesali perang Jamal tersebut dan sangat hati-hati terhadap Mu’awiyyah.
Aisyah meninggal
diusia 66 pada 17 ramadhan tahun 58 H karena sakit. Beliau dimakamkan di
Al-Baqi sesuai dengan keinginannya
seperti para istri nabi lainnya.
Gitu dong say,, Berbagi,, :)
BalasHapus